Kitosan-Kurkumin Pemburu Sel Kanker
12/10/2011
Para
peneliti Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta, tahun 2003 memperoleh paten
Pentagamavunon-0 di Amerika Serikat, yaitu sebuah senyawa hasil
modifikasi kurkumin penghambat sel kanker. Kini dikembangkan kitosan
nanopartikel untuk membawa kurkumin agar lebih efektif menyasar sel-sel
kanker.
Ini (modifikasi kurkumin) menjadi obat
antikanker dengan kombinasi kitosan yang melapisi kurkumin dalam ukuran
nanopartikel,” kata dosen dan peneliti pada Fakultas Farmasi,
Universitas Gadjah Mada, Ronny Martien, Kamis (23/6), setelah menerima
penghargaan dan dana bantuan penelitian dari Biro Oktroi dan Akademi
Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di Jakarta.
Ronny merupakan satu di antara empat
peneliti muda lainnya yang diberi hibah dana penelitian oleh Biro Oktroi
dan AIPI. Ronny mengajukan usulan penelitian bidang Pemanfaatan
Keanekaragaman Hayati.
Judul penelitiannya ”Pemanfaatan Kitosan
dalam Meningkatkan Bioavailibilitas Senyawa Pentagamavunon-0 (PGV-0)
sebagai Obat Analgetik-Antiinflamasi dengan Formulasi Nanopartikel”.
PGV-0 merupakan turunan analog kurkumin
yang diperoleh dari rimpang kunyit dan temulawak. Menurut Ronny, PGV-0
diteliti UGM bekerja sama dengan Belanda.
Lalu, PGV-0 dipatenkan di AS dengan Nomor
Paten US-6.777. 447B2. Ini mengingat banyak dilakukan riset kurkumin di
negara ini dan telah menghasilkan beberapa paten pula. Kurkumin itu
diperoleh dari kunyit dan temulawak yang banyak diekspor Indonesia ke
AS.
PGV-0 terbukti memiliki kemampuan
menghambat enzim cyclooxygenase (COX-2) yang terdapat pada sel-sel
kanker. Ekspresi enzim COX-2 cenderung terus meningkat di dalam sel
kanker sehingga harus dihambat untuk proses penyembuhannya.
”PGV-0 sebagai obat antikanker juga punya
kelemahan berupa tingkat keterlarutan dalam air yang tergolong rendah
sehingga perlu dikombinasikan dengan kitosan dengan keterlarutan di
dalam air yang tinggi,” kata Ronny.
.
Melimpah
Ronny mengemukakan, obat antikanker
dengan teknologi nanopartikel ini ditempuh melalui enkapsulasi kurkumin
dengan kitosan berukuran 2-5 nanometer. Ketersediaan bahan baku untuk
kurkumin dan kitosan melimpah sehingga berpeluang menjadi obat murah.
”Ada dua cara untuk menjadikan kitosan dan kurkumin ini memiliki ukuran nanopartikel,” kata Ronny.
Kedua metode itu meliputi top down dan
bottom up. Metode top down menggunakan prinsip fisika dengan peralatan
homogeniser yang belum ada di Indonesia dan biayanya menjadi relatif
mahal. Metode bottom up pada prinsipnya ditempuh proses secara kimia
dengan mencampurkan kitosan dan kurkumin tersebut.
”Saat ini belum ada industri yang
menyatakan ingin bekerja sama untuk mengembangkan riset ini dan
memproduksi obatnya di kemudian hari,” katanya.
Menurut dia, kelimpahan bahan baku
merupakan modal utama pengembangan obat itu pada masa depan. PGV-0 mudah
diperoleh dari kurkumin rimpang kunyit dan temulawak yang memiliki
habitat cocok di wilayah tropis di Indonesia.
Kitosan terbuat dari kitin yang
terkandung di dalam cangkang udang-udangan, termasuk cangkang kepiting.
Cangkang udang, misalnya, diperkirakan mencakup 30-70 persen bagian dari
tubuh udang sendiri sehingga cangkang menjadi limbah yang melimpah.
Melalui proses pemurnian, cangkang akan
menghasilkan kitin sebagai senyawa aminopolisakarida yang mampu mengikat
4-5 kali berat lemak ketimbang berat kitin itu sendiri. Untuk
menjadikan kitin sebagai kitosan, ditempuh melalui proses hidrolisis
kitin dengan asam dan basa.
Kitosan merupakan kitin yang telah
dihilangkan gugus asetilnya, lalu menyisakan gugus amina bebas yang
menjadikan kitosan bersifat polikationik atau ion bermuatan positif.
”Karena muatan kitosan yang positif ini bisa ditempelkan dengan kurkumin yang bermuatan negatif,” kata Ronny.
Obat antikanker dengan kombinasi kitosan
dan kurkumin—lebih tepatnya adalah PGV-O dengan ukuran nanopartikel—ini
dimasukkan secara oral ke tubuh penderita.
Obat nanopartikel ini selanjutnya mudah
diserap dan masuk ke pembuluh darah dan jaringan sel. Obat akan bekerja
ketika menjumpai sel-sel kanker, terutama menghambat enzim COX-2 pada
sel-sel kanker.
”Kurkumin dalam hal ini sebagai drug atau obat yang ingin diantar dengan kitosan nanopartikel,” kata Ronny.
Pada pengembangannya nanti, drug itu bisa
diubah apa saja sesuai kebutuhan pasien. Obat dengan ukuran
nanopartikel akan mengurangi dosis, tetapi Ronny mengakui, hasil
penelitiannya belum mencapai presisi target.
”Para peneliti farmasi di dunia sekarang
sedang mengejar metode pencapaian target penyakit secara presisi untuk
diobati dengan obat nanopartikel ini,” ujar Ronny.
Kelimpahan bahan baku obat nanopartikel
menjadi modal utama. Namun, ketekunan dan keseriusan semua pihak untuk
mendukung riset ini tak kalah penting. Bahkan, amat penting.
Sumber: KompasHealth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar